Simposium keenam Jaringan Taman Bumi Asia Pasifik (APGN) 2019 yang berlangsung di Lombok, Nusa Tenggara Barat 31 Agustus-7 September 2019, ditutup dengan pertunjukan Teater Wayang Botol oleh anak-anak dari Sekolah Pedalangan Wayang Sasak dan Sanggar Anak Semesta, Jumat (6/9/2019). Lewat cerita berjudul “Kisah Penyelamatan Pohon Terakhir di Bumi”, mereka menyampaikan pesan tentang pentingnya kerjasama dalam menjaga bumi.
“Kisah Penyelamatan Pohon Terakhir di Bumi” dibuka oleh iringin kelompok musik yang berjalan dari bagian belakang ruangan menuju atas panggung. Sambil berjalan, kelompok pemain musik yang dipimpin Alamsyah itu, membawa pohon yang terbuat dari plastik dan beberapa wayang botol, termasuk melantunkan tembang dan memainkan alat musik tradisional.
Suguhan pembuka itu langsung memikat perhatian ratusan perwakilan negara-negara peserta APGN 2019 yang hadir.
Setelah menempatkan pohon plastik di tengah panggung, mereka kembali bermain musik. Lalu pertunjukan dimulai dengan munculnya dua karakter wayang bernama Wa dan Tol yang merupakan singkatan wayang botol. Kedua karakter itu dibawakan oleh dalang Abdul Latief Apriaman dan anaknya Juang Halif Rachman. Latief bersama istrinya Fitri Rachmawati sekaligus menyutradari pertunjukan itu.
Teater Wayang Botol Anak mencoba menawarkan cara menyenangkan untuk kampanye tentang penyelamatan lingkungan. Anak-anak adalah sasaran utama, karena mereka diharapkan kelak akan tumbuh menjadi manusia-manusia dewasa yang bijaksana, termasuk dalam menyelesaikan persoalan sampah, kata Latief.
Menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris, mereka menyapa seluruh peserta APGN. Bagian ini sangat menarik karena setiap negara yang disapa, langsung bertepuk tangan. Begitu selesai, mereka menceritakan jalan cerita “Kisah Penyelamatan Pohon Terakhir di Bumi”.
Tak lama berselang, belasan anak-anak yang mengenakan kostum laiknya semut merah dan hitam muncul dari belakang ruangan. Mereka berjalan pelan menuju panggung. Gerakannya menyesuaikan dengan alunan musik. Para peserta APGN, langsung mengeluarkan ponsel pintar masing-masing dan mengabadikan momen itu.
Setelah berada di panggung, kelompok semut merah dan hitam memulai lakon. Para hadirin, menyimak dengan penuh semangat.
Dikisahkan, dua kelompok semut hidup di sebuah negeri yang subur dan kaya raya. Mereka hidup berdampingan. Rukun dan damai.
Sampai suatu hari, hanya tersisa satu batang pohon yang disebut pohon kehidupan. Alih-alih menjaganya bersama, pohon itu justru menjadi sumber perpecahan kedua kelompok. Mereka saling bertikai, dan berperang untuk memperebutkan pohon itu.
Situasi itu, membuat mereka lupa dan lalai bahwa ada tikus rakus yang mengincar pohon kehidupan itu. Tikus (yang bisa dimaknai sebagai ancaman kerusakan bagi alam) itu berhasil mengambil pohon kehidupan mereka. Kejadian itu membuat kedua kelompok semut kelimpungan. Mereka bergerak tidak tentu arah tanpa kepastian. Suasana semakin trasa dramatis karena iringan musik tradisional dimainkan dengan tempo yang semakin cepat.
Dalam situasi itu, para dalang dengan cermat memaikan peran dengan wayang-wayang botol masing-masing. Mereka meminta para semut untuk berdamai dan bekerjasama. Kelompok semut yang semula menolak, akhirnya mau bekerjasama.
Untuk menggambarkan pentingnya kerjasama itu, di bagian akhir pertunjukan, sejumlah penonton diajak naik ke panggung. Mereka adalah Ketua Dewan Taman Bumi Global UNESCO Guy Martini, Presiden Taman Bumi Global Nikolas Zourous, Koordinator APGN Jin Xiaochi, Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah, dan dua peserta salah satunya Kwangsub Jang asal Jeju Island, Korea Selatan yang akan menjadi tuan rumah simposium berikutnya.
Digambarkan, mereka bersama-sama dengan kedua kelompok semut melawan tikus. Sampai akhirnya, mereka menang dan bisa mengembalikan pohon kehidupan. Mereka kemudian menutup pertunjukan dengan menyanyikan lagu berisi janji untuk sama-sama melindungi bumi.
Peduli lingkungan
Teater Wayang Botol digagas oleh Sekolah Pedalangan Wayang Sasak untuk mengedukasi masyarakat, terutama anak-anak agar bisa bertanggungjawab atas sampah yang mereka produksi, terutama sampah plastik. “Dengan begitu, mereka tidak akan ikut menjadi penyumbang sampah plastik di bumi ini,” Oleh karena itu, seluruh bahan pertunjukan yang digunakan terbuat dari berbagai barang bekas plastik seperti botol, gelas, dan lainnya.
“Teater Wayang Botol Anak mencoba menawarkan cara menyenangkan untuk kampanye tentang penyelamatan lingkungan. Anak-anak adalah sasaran utama, karena mereka diharapkan kelak akan tumbuh menjadi manusia-manusia dewasa yang bijaksana, termasuk dalam menyelesaikan persoalan sampah,” kata Latief.
Menurut Fitri, dengan cara itu, mereka ingin menjadi bagian dari barisan panjang para penyelamat bumi. “Sebab bumi harus tetap terjaga sehat, cantik dan nyaman. Bumi adalah rumah kita,” kata Latif.
Latief mengatakan, semangat itu akan terus mereka jaga dan sebarkan bersama anak-anak yang terlibat dalam pertunjukan teater Wayang Botol.
“Anak-anak ini pernah bermimpi terbang ke Jakarta naik pesawat dan terwujud di 2015 setelah menjuarai festival teater anak di NTB. Selanjutnya, mereka bermimpi bisa bermain teater dan berbagai cerita ke teman-teman di berbagai belahan dunia,” kata Latief.
Dalam pertunjukan yang berlangsung 30 menit itu, para pemain memang lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. Meski demikian, lewat tarian, bahasa tubuh, mereka bisa menyampaikan pesan tentang penyelamatan bumi, rumah milik bersama.
Apa yang mereka tampilkan membuat saya bisa melihat Indonesia. Memang tidak seluruhnya. Tetapi justru itu yang membuat saya ingin belajar lebih banyak tentang Indonesia, ungkap Kwangsub.
Kwangsub Jang mengatakan, tidak hanya ia, tetapi semua yang hadir sangat mengapresiasi Teater Wayang Botol. Selain karena ikut ambil bagian, menurut Kwangsub, kombinasi antara cerita, para pemain yang penuh antusias, iringin musik tradisional, dan pesan yang ingin disampaikan sangat berkesan.
“Apa yang mereka tampilkan membuat saya bisa melihat Indonesia. Memang tidak seluruhnya. Tetapi justru itu yang membuat saya ingin belajar lebih banyak tentang Indonesia,” ungkap Kwangsub.
Presiden Taman Bumi Global Nikolas Zourous menyebutkan bahwa simposium memang ditujukan sebagai tempat untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan lainnya tentang taman bumi. Tujuan lain yang tak kalah penting, kata Nicholas, adalah membangun kerjasama antara negara dalam menjadikan taman bumi sebagai jalan membangun keberlangsungan hidup bagi komunitas masyarakat dan bumi.
Oleh ISMAIL ZAKARIA
6 September 2019
Artikel ini disalin dari laman kompas.id
https://bebas.kompas.id/baca/utama/2019/09/06/teater-wayang-botol-dan-pesan-untuk-bersama-sama-menjaga-bumi/
Share to:
Twitter Facebook Google+ Stumbleupon LinkedIn
kliping
|
Pergelaran Karya Budaya Menumbuhkan Akar Kebudayaan dalam Diri
![]() Di Negeri Hagia yang terkenal subur dan kaya raya, hiduplah dua kelompok penduduk, yakni kelompok merah dan kelompok hitam. Mereka hidup berdampingan rukun dan damai. Na ... baca |
kliping
|
Pedalangan Wayang Sasak Sajikan Edukasi Lingkungan Lewat Wayang Botol
![]() NOVA.id - Sekolah Wayang Sasak asal Lombok, turut meriahkan acara baca |
kliping
|
Rencana Kebijakan "Full Day School" akan Dibatalkan
![]() Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan membatalkan rencana kebijakan perpanjangan jam sekolah dasar dan menengah. Pembatalan ini disambut baik berbagai kalangan. (VOA — li ... baca |
kabar
|
Setiap Tamu Adalah Siswa, Adalah Guru
![]() Nova, Desi, Ina, Farid, Hamdani dan kawan-kawannya sore itu betapa girangnya. Kelas mereka di Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) , di Desa Sesela, Lombok Barat kedatangan se ... baca |
kliping
|
“Roah Ampenan” Bukti Ampenan Masih Tetap Ampenan
![]() kicknews.today Mataram – Sejak sekitar pukul 20.00 wita alunan suara music etnis kontemporer mulai menggema di kawasan Eks Pelabuhan Kota Tua Ampenan. Sek ... baca |
kabar
|
Labuhan Carik, Petilasan Pertama Wayang Sasak di Lombok
![]() Tak pernah terbayang sebelumnya, para siswa Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) mendapat kejutan-kejutan dalam perjalanan belajar mereka. Setelah merayakan ulang tahun pertam ... baca |