SEKOLAH PEDALANGAN WAYANG SASAK | Agar Kita Tak Hilang Jejak

Multi Talenta, Kini Bertahan Hidup dari Jual Wayang

wayangsasak      30 Juni 2016 | kliping


Menjenguk Para Sesepuh Dalang Wayang Sasak

Lombok punya banyak dalang pewayangan. Pada masa jayanya, mereka dielu-elukan. Tapi roda zaman terus menggilas. Kegemilangan itu tinggal cerita. Kian redup. Bak lontar yang tak mampu lagi dibaca generasi penerus. Hanya semangat mereka masih menyala. Seperti Lalu Irwan, dalang mutlitalenta dari Desa Puyung Lombok Tengah.

***

GANGberkelok-kelok harus dilalui untuk sampai di rumahnya di Dusun Timuk Peken, Desa Puyung, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah. Sempit, seukuran satu tubuh manusia. Bau lumut pekarangan tercium di sepanjang jalan masuk. Langkah terhenti di ujung gang. Beberapa kepala patung menyambut.

Di salah satu sudut ruangan. Sempit dan gelap. Lalu Irwan, sendiri menatah wayang kulit. Rambutnya gondrong. Kumal. Hanya mengenakan sarung dan bebet khas Sasak. Di sampingnya, ada kotak besar di susun dua tingkat. Dari kotak itulah Irwan mengeluarkan tokoh-tokoh wayang buatannya.

Seperti Jayangrane, Umar Maya, Maktal, Umar Madi, Alam Daur, Kusnendar, Rumbuldangin dan lain-lain. Wayang-wayang tersebut masih disimpannya. Beberapa waktu lalu, orang pernah datang menawar ingin membelinya. Tapi ia menolak karena harga masih kurang pantas. Sebab ia membuatnya dengan sepenuh hati.

Sehari-hari, Lalu Irwan menghabiskan waktu di biliknya ini. Menatah wayang-wayang kulitnya, sendiri. Pekerjaan itu sudah dilakukan puluhan tahun, sejak ia kecil.

Jika sore datang, baru ia mulai bergegas. Keluar rumah, keliling mementaskan wayang. Kadang juga sekedar keliling ke rumah kerabat atau menghadiri sebuah acara.

Lalu Irwan merupakan salah satu dalang wayang Sasak yang bertahan. Ia masih setia dengan dunia pewayangan. Suaranya menggebu-gebu.

Energinya meledak-ledak jika diajak bicara tentang wayang. Meski hidupnya sederhana. Tapi semangat dalang kelahiran 27 September 1960 ini seperti tidak pernah padam.

Gaya bicaranya blak-blakan. Kata-katanya seakan tidak pernah habis. Dicurahkan semua pengetahuannya tetang wayang. Termasuk unek-unek dan kritikan pedasnya tentang pedalangan. Ia tidak tanggung-tanggung memberikan kritik bila ada kesalahan, baik bentuk wayang atau kekurangan musik saat pentas.

Hal ini wajar. Sebab dalang Irwan tidak hanya pandai sebagai dalang. Tapi juga menguasai segala hal terkait wayang. Mulai dari musik, mendalang, termasuk kemampuannya dalam membuat wayang kulit. Semua itu dikerjakannya dengan penuh semangat hingga saat ini. Di saat usianya sudah tidak muda lagi.

”Wayang ini terasa sudah menyatu dalam diri saya,” katanya.

Irwan mengaku sejak kecil sudah tertarik pada wayang. Awalnya, ia menyaksikan pementasan wayang kulit di Bonjeruk, Lombok Tengah. Sejak saat itu ia mulai mencoba membuat wayang secara otodidak. Pakai daun dan kertas karton.

Ia kemudian berkenalan dengan dalang Amang Gemong di Bonjeruk. Meminta contoh-contoh wayang dan belajar membuatnya.
Setelah bisa, ia terus mengumpulkan teman-temannya.

Membuat grup wayang meski menggunakan kaleng besi, musik pakai piring besi. Sedikit-sedikit ia kumpulkan uang untuk membeli gamelan wayang.

Sebelum punya alat, ia sudah mulai diundang mementaskan wayang. Bahkan di masa jayanya, hampir tiap hari dia mentas di sejumlah tempat. ”Dan sekarang sudah agak jarang,” katanya merenung.

Wayang pertama kali yang dibuatnya adalah wayang Teleng. Tokoh Teleng saat ini lebih dikenal sebagai Inaq Itet. Teleng artinya telengok diriq. Artinya melihat diri sendiri, jangan lihat orang lain, jangan membicarakan orang lain. Mengkaji diri sendiri.

”Itu wayang yang pertama kali saya buat,” katanya.

Selain teleng ada juga tokoh Rangge atau biasa dikenal Amaq Baok. Rangga artinya badan. Juga ada tokoh Egol artinya lagu. Ada juga kembung, artinya kembung kempes nafas yang keluar masuk tubuh. Lurah itu artinya orang yang memberikan pengarahan terhadap prajurit.

Ia menjelaskan, secara umum tokoh dalam wayang sasak dibagi dua. Yakni tokoh kanan seperti Jayangrane, Umar Maya, Maktal, Umar Madi, Tamtanus, Samtanus, Alam Daur, Kusnendar, Rumbuldangin. Sementara tokoh kiri yang wajib ada adalah Baktak dan Nursiwan. Dua tokoh tidak bisa diganti. Kalau tokoh kiri yang lain tergantung dari cerita.

”Mereka bukan jahat, tapi para wali itu membuat tokoh wayang hanya sebagai lambang yang harus dikaji,” ujar bapak empat anak ini.

Baginya, wayang sudah sangat menyatu dengan dirinya. Artinya ia mengkaji dan membuat wayang dengan sungguh-sungguh. Karena dalam membuat wayang harus hati harus betul-betul halus. Baru dia hasilnya akan baik.

Untuk bisa menjadi dalang yang baik. Seorang dalang harus menguasai beberapa hal. Pertama, harus menguasi gending (musik), di sana ada macam-macam, ada seluturnya, rangsangnya, batelnya, janggel tangis, janggel tangkil, selingsir, cirebon, rondon balik rondon.

”Harus bisa mengikuti suara alur suling, tidak bisa ngawak-ngawak (ngawur), kita harus bisa mengikuti alur suling,” katanya.

Kedua, harus kita menguasai kalimat-kalimat yang disendon wayang. Seperti dalam tembang harus menguasai bait-baitnya. Maka sendon atau selingan juga harus bisa.

Sendon diucapkan sebelum dialog dalam wayang dimulai. Barulah kemudian menguasai dialog yang ada di kelir (layar wayang). Seperti di cerita dalam Serat Menak.

Dijelaskan, salah satu perbedaan wayang di Jawa dan Sasak adalah wayang Jawa menggunakan Mahabarata. Sementara wayang Sasak menggunakan Serat Menak yang berisi cerita-cerita.

Serat artinya kertas berisi cerita. Sementara pengertaian Menak di sini bukan berarti cerita orang bangsawan, tapi orang menak itu adalah orang yang menang melawan hawa nafsu.

Irwan berharap, supaya generasi penerus bisa memegang teguh dan menjunjung tinggi Wayang Sasak. Ia akan siap membantu apabila ada yang mau belajar.

Anak muda kurang minat kepada wayang karena salah orang tua semua. Tidak mau membimbing, tidak memberikan ilmu pada anaknya. ”Bukan anak-anak yang salah, tapi kita selaku orang tua,” tandasnya. (Sirtupilalaihi/Lombok Tengah /r6)

Share to:

Twitter Facebook Google+ Stumbleupon LinkedIn
kliping | Pergelaran Karya Budaya Menumbuhkan Akar Kebudayaan dalam Diri

Di Negeri Hagia yang terkenal subur dan kaya raya, hiduplah dua kelompok penduduk, yakni kelompok merah dan kelompok hitam. Mereka hidup berdampingan rukun dan damai. Na ... baca

kliping | Teater Wayang Botol dan Pesan untuk Bersama-sama Menjaga Bumi

Simposium keenam Jaringan Taman Bumi Asia Pasifik (APGN) 2019 yang berlangsung di Lombok, Nusa Tenggara Barat 31 Agustus-7 September 2019, ditutup dengan pertunjukan Teater Waya ... baca

kliping | Inovatif, Sanggar Anak Semesta Daur Ulang Sampah Plastik Jadi Wayang Edukatif

TrubusNews

Karmin Winarta | 20 Feb 2019  

Trubus.id -- Setiap tanggal 21 Februari diperingati sebagai ... baca

kliping | Rencana Kebijakan "Full Day School" akan Dibatalkan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan membatalkan rencana kebijakan perpanjangan jam sekolah dasar dan menengah. Pembatalan ini disambut baik berbagai kalangan. (VOA — li ... baca

kabar | Setiap Tamu Adalah Siswa, Adalah Guru

Nova, Desi, Ina, Farid, Hamdani dan kawan-kawannya sore itu betapa girangnya. Kelas mereka di Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) , di Desa Sesela, Lombok Barat kedatangan se ... baca

kliping | “Roah Ampenan” Bukti Ampenan Masih Tetap Ampenan

kicknews.today Mataram – Sejak sekitar pukul 20.00 wita alunan suara music etnis kontemporer mulai menggema di kawasan Eks Pelabuhan Kota Tua Ampenan. Sek ... baca


Yayasan Pedalangan Wayang Sasak © 2016
sekolahwayang@gmail.com