SEKOLAH PEDALANGAN WAYANG SASAK | Agar Kita Tak Hilang Jejak

Keseruan Pentas Wayang Sasak di Forum Anak Mataram

wayangsasak      27 Mei 2016 | kabar


Ajarkan Anti Korupsi, Amaq Kesek Bisa Diajak Ngobrol.

Menyaksikan pentas wayang kulit sudah biasa. Tapi apa jadinya bila para tokoh wayang itu mengajak anda bicara. Dalam pentas sekali ini, anak-anak yang datang menyaksikan bisa berdialog langsung dengan para tokoh jenaka Wayang Sasak. Berikut keseruannya.

Gelak tawa terdengar dari ruang gelap itu. Samar-samar, wajah penonton terlihat saat diterpa sinar lampu panggung. Sebagian besar adalah anak-anak. Mereka duduk di bangku merah, setengah melingkar. Semakin ke belakang semakin tinggi posisi duduknya. Seting ruangan minim cahaya membantu mata fokus ke panggung. Dari balik layar itu, para dalang cilik beraksi. Malam itu, perut penonton serasa dikocok. Di antaranya juga terdapat anak tuna netra. Menikmati pentas dengan indra pendengaran. Tawa mereka juga meledak-ledak.Tingkah para tokoh wayang Sasak membuat anak-anak ini tidak kuat menahan tawa. Seperti Amaq Kesek yang lebih senang dipanggil Amaq Aleks. Amaq Ocong yang tertawa meliuk-liuk. Amaq Amad. Amaq Baok dengan suara berat tapi kocak. Juga Ianq Itet, tokoh perempuan dengan suara nyetil. Dalam pentas ini, Inaq Itet digambarkan sebagai sosok keibuan tapi tetap lucu. Dialognya ringan. Penuh makna. Isu-isu berat seperti korupsi dan darurat kekerasan seksual anak dikemas dalam dialog santai. Seperti dalam perbincangan lepas dalam keseharian.

Dimulai oleh Inaq Itet, menangis setelah membaca koran. Ia merasa prihatin dengan kasus-kasus kekerasan seksual pada anak. Diikuti suara seluring mendayu. Sedih. Tapi selentingan Amaq Kesek membuat gelak tawa kembali pecah. Sahut menyahut dengam Amaq Ocong, lalu Amaq Baoq. Juga tokoh lainnya. Diiringi gelak tawa penonton. Pembahasa masuk pada tema korupsi. Bayu Khairul Azmi, sang dalang, menggambarkan korupsi tidak hanya dilakukan pejabat. Tapi secara tidak sadar dilakukan sejak duduk di bangku sekolah. Seperti kebiasaan mencontek, tidak jujur pada orang tua. Semua itu dicontohkan sebagai sikap korup sejak kecil. Semua pesan ini tetap disampaikan dalam dialog jenaka.

Di tengah pentas. Para tokoh wayang ini tiba-tiba memanggil beberapa orang penonton. Maju ke depan. Ikut berdialog. Meminta pendapat mereka tetang perilaku korupsi dan kekerasan terhadap anak. Seperti Abdul Gawi dan Lia, dua siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) Selagalas. Dengan bantuan beberapa rekannya, dua siswa ini maju mendekati Amaq Kesek dan teman-temannya. Merekapun beramah tamah. Usapkan salam dan terimakasih. Saling bertanya tentang korupsi dan kekerasan pada anak. Tokoh-tokoh jenaka ini seperti hidup dalam dunia nyata. Anak-anak ini pun semakin girang. Senang. Disambut tawa penonton lainnya.

Mereka semua sedang mengikuti kegiatan temu forum anak Mataram. Pentas wayang hanya salah satu kegiatan. Penggagas Sekolah Pedalangan Wayang Sasak Fitri Rachmawati menjelaskan, konsep wayang interaktif dipentaskan karena selama ini pertunjukkan wayang selalu satu sisi. Sekolah Pedalangan ingin mengembangkan konsep interaktif agar para tokoh pewayangan terasa lebih nyata di tengah penonton. ”Juga lebih komunikatif dengan penonton,” ujarnya. Selain itu juga, tema-tema yang dipentaskan selalu berkaitan dengan hari-hari penting. Menyampaikan pesan yang kontekstual dengan kondisi masyarakat. Misalnya, tema kekerasan terhadap anak yang sedang marak. Kemudian dipelajari para dalang di sekolah wayang sasak. Dibantu tim menyusun alur cerita. Konsep ini juga disusun dan didiskusikan bersama tim. ”Dalang juga harus tahu bagaimana menanamkan sikap anti korupsi, itu sulit kalau tidak dikemas dengan baik,” jelas wanita yang akrab disapa Pikong ini. Degan contoh-contoh kecil biasanya penoton akan lebih paham. Dekat dengan masyarakat. Sehingga mudah dicerna. Intraktif dan lebih mengena. Termasuk dengan memanggil tokoh yang dekat di lingkungan anak seperti Ketua LPA Mataram, ketua Dewan Anak Mataram dan lain-lainnya. ”Wayang menjadi bagian dari anak-anak itu sendiri,” jelasnya. Jika selama ini hanya dalang dan wayang yang berbagi cerita. Dalam wayang interaktif, penonton juga ikut bercerita. Berbagi pada wayang juga penonton lainnya. Mahsan, Wakil sekretaris LPA Kota Mataram mengaku wayang merupakan media yang sangat bagus bagi anak-anak. Selain untuk menyampaikan pesan, juga menjadi bagian dalam upaya pelestarian budaya Sasak. ”Saya berharap media-media seperti ini bisa terus dilestarikan dan dilanjutkan,” harapnya. (*) Sirtupillaili - Lombok Post

Share to:

Twitter Facebook Google+ Stumbleupon LinkedIn
kliping | Pergelaran Karya Budaya Menumbuhkan Akar Kebudayaan dalam Diri

Di Negeri Hagia yang terkenal subur dan kaya raya, hiduplah dua kelompok penduduk, yakni kelompok merah dan kelompok hitam. Mereka hidup berdampingan rukun dan damai. Na ... baca

kliping | Teater Wayang Botol dan Pesan untuk Bersama-sama Menjaga Bumi

Simposium keenam Jaringan Taman Bumi Asia Pasifik (APGN) 2019 yang berlangsung di Lombok, Nusa Tenggara Barat 31 Agustus-7 September 2019, ditutup dengan pertunjukan Teater Waya ... baca

kliping | Inovatif, Sanggar Anak Semesta Daur Ulang Sampah Plastik Jadi Wayang Edukatif

TrubusNews

Karmin Winarta | 20 Feb 2019  

Trubus.id -- Setiap tanggal 21 Februari diperingati sebagai ... baca

kliping | Rencana Kebijakan "Full Day School" akan Dibatalkan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan membatalkan rencana kebijakan perpanjangan jam sekolah dasar dan menengah. Pembatalan ini disambut baik berbagai kalangan. (VOA — li ... baca

kabar | Setiap Tamu Adalah Siswa, Adalah Guru

Nova, Desi, Ina, Farid, Hamdani dan kawan-kawannya sore itu betapa girangnya. Kelas mereka di Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) , di Desa Sesela, Lombok Barat kedatangan se ... baca

kliping | “Roah Ampenan” Bukti Ampenan Masih Tetap Ampenan

kicknews.today Mataram – Sejak sekitar pukul 20.00 wita alunan suara music etnis kontemporer mulai menggema di kawasan Eks Pelabuhan Kota Tua Ampenan. Sek ... baca


Yayasan Pedalangan Wayang Sasak © 2016
sekolahwayang@gmail.com