SEKOLAH PEDALANGAN WAYANG SASAK | Agar Kita Tak Hilang Jejak

Dirikan Sekolah Dalang, Bangkitkan Tokoh Pahlawan Lokal

wayangsasak      09 Mei 2016 | kliping


Melihat Aksi Pegiat Ideaksi Mataram
Anak semakin asing dengan budaya sendiri. Mereka tidak lagi mengenal kehebatan cerita para leluhur. Peran orang tua pun digantikan teknologi gadget yang mengagungkan kebudayaan dari luar. Hal ini mendorong pegiat Ideaksi, bergerak menyelamatkan generasi muda.

***

PUISI berjudul “Selandir” mengawali prosesi pembukaan sekolah Pedalangan Wayang Sasak yang digagas pegiat Ideaksi Mataram. Puisi ini mencerminkan nasib wayang sasak yang sudah dilupakan generasi Suku Sasak sendiri. Cerita para leluhur digilas pesatnya perkembangan teknologi.

Puisi ini ditulis Abdul Latif Apriaman pada 17 April 2011, ketika pertunjukan wayang hanya ditonton empat orang. Saat malam beranjak hanya seorang penonton yang tersisa. Hal ini membuatnya sangat miris. Anak-anak tidak lagi bangga dengan cerita pewayangan dan lebih mengagungkan cerita dari luar negeri yang jauh dari nilai-nilai kearifan lokal.

Beranjak dari kisah ini, beberapa pegiat Ideaksi di Mataram mulai menggagas berdirinya Sekolah Pedalangan Wayang Sasak. Dan baru bisa diresmikan tanggal 29 Mei 2015 di Desa Sesela, Lombok Barat. Mereka memilih desa itu karena di sana ada kampung budaya yang digerakkan seniman setempat. Di sini para pedalang cilik dididik menjadi pedalang handal.

Fitri Rachmawati, pegiat Ideaksi yang menggagas sekolah dalang menjelaskan, sekolah dalang adalah bagian kecil dari upaya menghidupkan kembali pewayangan Sasak. Sebab hampir sebagian besar anak-anak tidak mengenal lagi apa itu wayang Sasak. Disebabkan, tidak ada wadah bagi mereka untuk belajar dan mengetahui semua itu. Orang tua pun tidak melakukannya karena mereka juga tidak tahu.

Kekosongan ini kemudian diisi informasi dari luar, budaya-budaya dari luar yang semakin menggerus mereka dari nilai-nilai budayanya sendiri. Kondisi ini diperparah dengan pesatnya perkembangan teknologi. Anak-anak semakin akrab dengan gadget, game dan segala macam informasi bisa diakses dengan mudah tanpa ada saringan.

Tontonan anak-anak juga sebagian besar merupakan kartun atau cerita luar. Hampir tidak ada tokoh pahlawan lokal atau nasional yang dikenal. ”Teknologi bagus bagi anak bila digunakan dengan tepat,” ujar Fitri.

Melalui sekolah dalang, anak-anak juga dikenalkan dengan tokoh-tokoh pahlawan lokal dalam kisah pewayangan Sasak. Seperti tokoh Umar Maye, merupakan sosok bijaksana dan suka menolong sesama, ia memiliki Gegendek sejenis kantong yang bisa mengeluarkan apa saja untuk membantu orang lain. Bila dikontekstualisasikan untuk kisah anak-anak bisa seperti kantong ajaib doraemon.

”Tokoh-tokoh pewayangan ini bisa dikemas lagi dalam certita kekinian sehingga mereka bisa mengerti,” katanya.

Kemudian ada juga Selandir, tokoh sakti mandraguna yang kekuatannya bisa sampai menendang gunung, dia sosok yang melawan orang jahat. Tokoh ini mengajarkan tentang kepedulian terhadap lingkungan, melawan orang yang merusak lingkungan.

Jayengrane, dikenal juga sebagai wong menak, seorang raja sakti mandraguna namun rendah hati, sabar dan arif bijaksana. Ada Sekardiu, hewan sakti berbentuk kura, singa dan naga, tunggangan raja jayangrane atau wong menak. Maktal, seorang raja dari Albani ahli strategi perang, ia juga dikenal sebagai pendekar ahli pedang.

Gunungan, simbol kehidupan manusia digunakan sebagai pembuka dalam setiap pertunjukan wayang. ”Dan masih banyak tokoh dalam wayang Sasak yang perlu dikenali generasi muda kita,” katanya.

Dengan adanya sekolah pedalangan, ia berharap minimal warisan budaya masyarakat Sasak bisa dilanjutkan ke generasi selanjutnya. Sebab saat ini, jumlah pedalang wayang Sasak sangat sedikit, itupun usianya sudah sangat tua. ”Regenerasi ini penting agar nilai-nilai kearifan lokal tetap terjaga,” harapnya.

Teknologi juga menurutnya tidak selamanya negatif, media ini bisa dimanfaatkan untuk itu. Program game wayang juga bisa dibuat untuk memperkaya kreasi dalam menghidupkan budaya. Hanya saat ini, Ideaksi belum memiliki tenaga yang ahli dalam bidang program itu.

Mereka memimpikan, suatu saat, selain menggunakan sarana tradisional, mereka juga bisa menggunakan pendekatan teknologi supaya semakin banyak dinekal dan diminati anak-anak.

http://www.lombokpost.net/2015/07/08/dirikan-sekolah-dalang-bangkitkan-tokoh-pahlawan-lokal/

Share to:

Twitter Facebook Google+ Stumbleupon LinkedIn
kliping | Pergelaran Karya Budaya Menumbuhkan Akar Kebudayaan dalam Diri

Di Negeri Hagia yang terkenal subur dan kaya raya, hiduplah dua kelompok penduduk, yakni kelompok merah dan kelompok hitam. Mereka hidup berdampingan rukun dan damai. Na ... baca

kliping | Teater Wayang Botol dan Pesan untuk Bersama-sama Menjaga Bumi

Simposium keenam Jaringan Taman Bumi Asia Pasifik (APGN) 2019 yang berlangsung di Lombok, Nusa Tenggara Barat 31 Agustus-7 September 2019, ditutup dengan pertunjukan Teater Waya ... baca

kliping | Inovatif, Sanggar Anak Semesta Daur Ulang Sampah Plastik Jadi Wayang Edukatif

TrubusNews

Karmin Winarta | 20 Feb 2019  

Trubus.id -- Setiap tanggal 21 Februari diperingati sebagai ... baca

kliping | Rencana Kebijakan "Full Day School" akan Dibatalkan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan membatalkan rencana kebijakan perpanjangan jam sekolah dasar dan menengah. Pembatalan ini disambut baik berbagai kalangan. (VOA — li ... baca

kabar | Setiap Tamu Adalah Siswa, Adalah Guru

Nova, Desi, Ina, Farid, Hamdani dan kawan-kawannya sore itu betapa girangnya. Kelas mereka di Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) , di Desa Sesela, Lombok Barat kedatangan se ... baca

kliping | “Roah Ampenan” Bukti Ampenan Masih Tetap Ampenan

kicknews.today Mataram – Sejak sekitar pukul 20.00 wita alunan suara music etnis kontemporer mulai menggema di kawasan Eks Pelabuhan Kota Tua Ampenan. Sek ... baca


Yayasan Pedalangan Wayang Sasak © 2016
sekolahwayang@gmail.com